Apakah Sikat Gigi Bisa Membatalkan Puasa dan Bagaimana Hukumnya? Berikut Penjelasan Ustaz Adi Hidayat
Umat muslim di seluruh dunia saat ini sedang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan 1444 H.
Saat melaksanakan ibadah puasa, tentu ada aturan-aturan yang sudah ditetapkan agar puasa mendapat rahmat dari Allah SWT.
Sehingga jika aturan tersebut dilanggar tentu akan membatalkan puasa.
Namun tak sedikit Umat Islam yang bingung mengenai aturan sikat gigi saat sedang puasa.
Lantas bagaimana hukumnya menyikat gigi saat sedang berpuasa, apakah bisa membatalkan puasa?
Dilansir dari kanal YouTube New Tausiah Ustadz pada Kamis, (30/3/2023), Pendakwah Ustaz Adi Hidayat menjelaskan hukum menyikat gigi.
Ustaz Adi Hidayat menerangkan perkataan nabi Muhammad soal menyikat gigi saat hendak Shalat.
“Kata Nabi, kalau lah tidak memberatkan kepada umatku, tentu aku akan perintahkan umatku untuk bersiwak setiap kali akan Shalat,” kata UAH.
Dikatakan UAH bahwa para ulama di saat Ramadan justru mengajurkan amalan mustahab.
Lebih lanjut Ustaz Adi Hidayat menjelasakan amalan di bulan Ramadan.
“Jadi amalan-amalan Ramadan itu ada yang amalan mujawwaz atau jaizatusshiyam yang diperbolehkan,” jelas UAH.
Selain itu, ada amalan makruharusshiyam atau amalan yang menjadi makrukh jikka dilakukan.
Sehingga Ustaz Adi menjelaskan jika amalan yang boleh dilakukan itu tidak ada pahala maupun dosa.
Ustaz Adi Hidayat menjelaskan jika sikat gigi merupakan termasuk amalan mujawwaz yang berarti boleh dilaksanakan.
“Tapi yang dianjurkan jangan gunakan pasta gigi yang dapat sekiranya mengumpulkan ludah. Apabila sebagian terkumpul atau tertelan mka makruh hukumnya,” ungkap UAH.
“Kalau yang boleh dilakukan itu artinya tidak ada pahala dan tidak ada dosa bisa dilakukan saja,” tuturnya.
Lebih lanjut Ustaz Adi Hidayat mencontohkan misalnya kumur-kumur saat wudhu, kemudian saat diluar wudhu tapi situasi panas luar biasa ingin kumur-kumur, hukumnya boleh.
“Tapi kalau sengaja kumur-kumur tidak ada alasan itu makruh hukumnya, khawatir sebagian bisa tertelan,” sebut Ustaz Adi Hidayat.
Dikatakan UAH bahwa suntik untuk obat hukumnya diperbolehkan atau jaiz.
Asalkan jenis cairan yang disuntikan bukan penambah energi seperti suntik Vitamin C, melainkan obat bagi penyakit yang diderita.***